BUKU
AJAR BIDANG STUDI AL-QURAN HADITS KELAS VIII SEMESTER 1 DAN 2 MADRASAH
TSANAWIYAH
Disusun
Oleh:
ZAHROTUL
FIRDAUSA (2021216017)
KELAS
L
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
IAIN
PEKALONGAN
TAHUN
2018
DAFTAR
ISI
SEMESTER
1
BAB
I Kuperindah Bacaan Al-Quran dengan Tajwid (Hukum
Bacaan Mad Iwad, Mad Layyin, dan Mad
Arid
Lissukun).................................................................................
BAB
II Kugapai Rezeki-Mu dengan Ikhtiyarku...............
BAB
III Kebahagiaan Anak Yatim adalah Kebahagiaanku.......................................................................
SEMESTER
2
BAB
IV Kuperindah Bacaan Al-Quran dengan Tajwid (Hukum
Bacaan Lam dan Ra’).............................................
BAB
V Kuraih Ketenangan Hidup dengan Menghindari Sifat
Tamak.............................................................................
BAB
VI Konsep Keseimbangan Hidup di Dunia dan
Akhirat...............................................................................



|
|
|
|
|
Kompetensi
Inti

KI
1 Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
KI 2 Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya
KI 3 Memahami
pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan Rasa
Keingintahuanmu nya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata.
KI 4 Mengolah, menyaji dan
menallar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi,
dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori
Kompetensi
Dasar (KD) dan Indikator

3.1. Memahami ketentuan
|
3.1.1
|
Menjelaskan pengertian hukum
bacaan mad’Iwadh,
|
|
hukum bacaan mad
|
|
mad
Layyin, dan mad ‘aridh lissukun dalam Al-
|
|
‘Iwadh,
mad Layyin, dan
|
|
Quran surah-surah pendek
|
pilihan
|
mad
‘aridh lissukun dalam
|
3.1.2
|
Menjelaskan ciri-ciri hukum
bacaan mad ‘Iwadh,
|
|
al-Quran surah-surah
|
|
mad
Layyin, dan mad ‘aridh lissukun dalam al-
|
|
pendek pilihan
|
|
Quran surah-surah pendek
|
pilihan
|
|
3.1.3
|
Mendiskripsikan cara
membunyikan hukum bacaan
|
|
|
|
‘‘Iwadh, mad Layyin, dan mad ‘aridh lissukun dalam
|
|
|
|
al-Quran surah-surah pendek
pilihan
|
|
|
3.1.4 Mengidentifikasi hukum
|
bacaan ‘Iwadh, mad
|
|
|
|
Layyin,
dan mad ‘aridh lissukun dalam al-Quran
|
|
|
|
surah-surah pendek pilihan
|
|
|
3.1.5
|
Menyimpulkan cara membaca
bacaan’Iwadh, mad
|
|
|
|
Layyin,
dan mad ‘aridh lissukun dalam al-Quran
|
|
|
|
surah-surah pendek pilihan.
|
|
4.1. Menerapkan hukum
|
4.1.1 Mempraktikkan bacaan mad ‘Iwadh, mad Layyin,
|
||
bacaan mad ‘Iwadh, mad
|
|
dan mad ‘aridh lissukun dalam Al-Quran surah-
|
|
Layyin,
dan mad ‘aridh
|
|
surah pendek pilihan
|
|
lissukun
dalam
Al-Quran
|
|
|
|
surah-surah pendek pilihan
|
|
|
|
Membaca al-Quran dengan benar dan fasih menjadi kewajiban bagi
setiap umat Islam. Tahukah kalian, panjang atau pendeknya bacaan dalam membaca
al-Quran dapat mempengaruhi arti/ makna ayat-ayat al-Quran? Oleh karena itu,
dalam membaca al-Quran kalian harus berhati-hati agar tidak terjadi kesalahan
bacaan. Membaca al-Quran dengan benar juga akan menambah kesempurnaan kalian
dalam beribadah kepada Allah Swt. Dan untuk bisa membaca al-Quran dengan benar,
kalian harus memahami ilmu tajwid. Maka, berikut ini kita akan mempelajari materi
hukum bacaan mad; mad ‘Iwadh, mad Layyin, dan ‘aridh lis-sukun.
A.
Hukum
Bacaan Mad ‘Iwad, Mad Layyin, dan Mad ‘Arid Lissukun
1. Mad ‘Iwadh
Secara
bahasa mad artinya panjang, dan ‘Iwadh berarti pengganti.
Sedangkan menurut istilah, mad ‘Iwadh yaitu mad yang terjadi
apabila ada fathatain yang berada di akhir ayat atau tanda waqaf. Bacaan
mad di sini menggantikan bunyi fathatain. Cara membacanya dipanjangkan
dua harakat atau satu alif. Contoh hukum bacaan mad ‘Iwadh terdapat pada surah
al-Kahfi [18] ayat 110. Perhatikan lafal yang berwarna merah.
قُلۡ
إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٞ مِّثۡلُكُمۡ يُوحَىٰٓ إِلَيَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ
وَٰحِدٞۖ فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا
يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا
Juga terdapat pada surah
an-Nashr [110] ayat 3. Perhatikan lafal yang berwarna merah berikut :
فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱستَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ
كَانَ تَوَّابَۢا
Khusus fatharain yang berada pada
huruf ta marbutah tidak di baca mad karena huruf tersebut jika
diwaqafkan berubah bunyi menjadi huruf ha.
Contoh ini terdapat pada surah Ali Imran
[3] ayat 8. Perhatikan lafal yang berwarna merah berikut ini:
رَبَّنَا
لَا تُزِغۡ قُلُوبَنَا بَعۡدَ إِذۡ هَدَيۡتَنَا وَهَبۡ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحۡمَةًۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلۡوَهَّابُ
2. Mad Layyin
Menurut
bahasa mad berarti panjang, dan Layyin artinya lunak. Sedangkan menurut
istilah mad Layyin adalah mad yang terjadi apabila ada wau sukun atau ya
sukun yang didahului huruf berharakat fathah dan setelahnya berupa huruf hidup
yang dibaca waqaf. Cara membacanya boleh dipanjangkan sebanyak dua, empat, atau
enam harakat. Contoh mad Layyin terdapat pada surah Quraisy [106] ayat 1-2,
surah Ali ‘Imran [3] ayat 26. Perhatikan lafal yang berwarna merah.
لِإِيلَٰفِ
قُرَيۡشٍ ١ إِۦلَٰفِهِمۡ
رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ ٢
قُلِ ٱللَّهُمَّ
مَٰلِكَ ٱلۡمُلۡكِ تُؤۡتِي ٱلۡمُلۡكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلۡمُلۡكَ مِمَّن
تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُۖ بِيَدِكَ ٱلۡخَيۡرُۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ
قَدِيرٞ
3. Mad ’aridh Lissukun
Secara
bahasa, mad artinya panjang, ‘aridh berarti baru/ tiba-tiba ada dan
sukun artinya mati. Menurut istilah, mad yang terjadi apabila ada huruf mad (wau,
alif, atau ya) yang berada di akhir ayat atau tanda waqaf. Cara
membaca mad ‘aridh lissukun ada tiga macam: boleh dibaca dua harakat (qashr),
empat harakat (tawassuth), atau enam harakat (thul). Tetapi yang
paling utama dibaca dengan panjang bacaan enam harakat. Contoh bacaan mad ‘aridh
lissukun terdapat pada surah al-Ma’un [107] ayat 1; surah Yasin [36] ayat 9;
az- Zumar [39] ayat 20. Perhatikan lafal yang berwarna merah.
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ ١
وَجَعَلۡنَا
مِنۢ بَيۡنِ أَيۡدِيهِمۡ سَدّٗا وَمِنۡ خَلۡفِهِمۡ سَدّٗا فَأَغۡشَيۡنَٰهُمۡ فَهُمۡ
لَا يُبۡصِرُونَ ٩
لَٰكِنِ
ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ رَبَّهُمۡ لَهُمۡ غُرَفٞ مِّن فَوۡقِهَا غُرَفٞ مَّبۡنِيَّةٞ
تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ وَعۡدَ ٱللَّهِ لَا يُخۡلِفُ ٱللَّهُ ٱلۡمِيعَادَ ٢٠
No.
|
Lafal
|
Hukum Bacaan
|
1
|
رَجًّا إِذَا رُجَّتِ الأرْضُ
|
Mad ‘Iwadh
|
2
|
هَذَا الْبَيْتِ
|
Mad Layyin
|
3
|
هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
|
Mad ‘aridh Lissukun
|
B. Menyakini Pentingnya Hukum Bacaan Mad ‘Iwad, Mad
Layyin dan Mad ‘Arid Lissukun
Keyakinan akan
kebenaran kaidah ilmu tajwid (termasuk hukum bacaan mad ‘iwad, mad layyin,
dan mad’arid lissukun) dapat diwujudkan sekurang-kurangnya dalam dua hal
yaitu:
1. Memiliki
semangat untuk mempelajari ilmu tajwid dalam rangka memperbaiki bacaan saat membaca
kitab suci Al-Qur’an.
2. Menerapkan
dengan bai kaidah-kaidah ilmu tajwid yang telah dipelajari saat membaca
Al-Qur’an, termasuk hukum bacaan mad ‘iwad, mad layyin, dan mad’arid
lissukun.
C. Terbiasa Menerapkan Hukum Bacaan
Mad
‘Iwad, Mad Layyin
dan Mad ‘Arid Lissukun Dalam Al-Qur’an
Bagi muslim dan
muslimat, membaca Al-Qur’an adalah kegiatan rutin setiap hari walau hanya satu
atau dua rukuk dalam satu hari. Demikian itu sebagai wujud iman kita kepada
kitab suci Al-Qur’an. Hukum membaca Al-Qur’an dengan menggunaan aturan tajwid
adalah fardhu ‘ain atau merupakan kewajiban pribadi, karenanya apabila
seseorang membaca Al-Qur’an dengan tidak menggunakan ilmu tajwid, hukumnya
berdosa.
Di antara bukti
keimanan kalian terhadap kitab suci Al-Qur’an adalah dengan memperhatikan
hal-hal berikut:
1.
Membaca
Al-Qur’an secara rutin setiap hari walau hanya dalam waktu 5 menit atau 10
menit sesuai kesempatan yang ada.
2.
Membaca
ayat-ayatnya dengan tartil (pelan-pelan tetapi jelas), tidak tergesa-gesa
3.
Tidak bernafsu
untuk segera menyelesaikan bacaan yang banyak sehingga mengabaikan
kaidah-kaidah ilmu tawidnya. Lebih baik sediit tapi benar dan baik bacaannya
daripada banya tetapi salah bacaannya.
4.
Mencermati
kaidah-kaidah bacaannya, baik yang menyangkut hukum bacaan madmaupun yang lain.
Terapkan baik-baik ilmu tajwid yang telah kalian kuasai
5.
Untuk tahap awal
kalian dapat membaca surah-surah pendek dari Juz Amma.
6.
Melakukan semua
itu karena mencari ridha Allah Swt. semata-mata.[3]
D. Identifikasi Hukum Bacaan
Identifikasikanlah
hukum bacaan yang ada di dalam Q.S Al-Ma’un berikut ini:
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي
يُكَذِّبُ
بِٱلدِّينِ ١ فَذَٰلِكَ
ٱلَّذِي
يَدُعُّ
ٱلۡيَتِيمَ ٢ وَلَا
يَحُضُّ
عَلَىٰ
طَعَامِ
ٱلۡمِسۡكِينِ ٣ فَوَيۡلٞ
لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ
هُمۡ
عَن
صَلَاتِهِمۡ
سَاهُونَ ٥ ٱلَّذِينَ
هُمۡ
يُرَآءُونَ ٦ وَيَمۡنَعُونَ
ٱلۡمَاعُونَ ٧
No
|
Lafadz
|
Hukum Bacaan
|
1.
|
|
|
2.
|
|
|
3.
|
|
|
4.
|
|
|
5.
|
|
|
6.
|
|
|
7.
|
|
|
8.
|
|
|
9.
|
|
|
10.
|
|
|
Rangkuman
1.
Menurut istilah mad ‘Iwadh
adalah mad yang terjadi apabila ada fathatain yang berada di akhir ayat atau
ada tanda waqaf. Bacaan mad di sini menggantikan bunyi fathatain.
2.
Panjang bacaan mad ‘Iwadh
adalah dua harakat atau satu alif.
3.
Mad
Layyin adalah mad yang
terjadi apabila ada wau sukun atau ya sukun didahului dengan huruf berharakat fathah
dan sesudahnya berupa huruf hidup.
4.
Panjang bacaan mad Layyin dua, empat, atau enam
harakat.
5.
Mad
‘aridh lissukun adalah mad yang
terjadi apabila ada huruf mad (wau,
alif, atau ya) yang berada di akhir
ayat atau pada tanda waqaf.
6.
Panjang bacaan mad ‘aridh lissukun adalah dua, empat,
atau enam harakat.[4]
BAB 2
KuGAPAI REZEKI-Mu dengan ikhtiyarku

KI 1 Menghargai
dan menghayati ajaran agama yang dianutnya
KI 2 Menghargai dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong
royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya
KI 3 Memahami
pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan Rasa
Keingintahuanmu nya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait
fenomena dan kejadian tampak mata.
KI 4 Mengolah, menyaji dan
menallar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan
mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama
dalam sudut pandang/teori
Kompetensi Dasar (KD) dan
Indikator

3.2
|
Memahami isi
kandungan
|
3.2.1
|
Menjelaskan
pengertian rizeki
|
|
QS. al-Quraisy [106]
dan
|
3.2.2
|
Menterjemahkan QS.
al-Quraisy dan QS. al-
|
|
QS. al-Insyirah [94]
tentang
|
|
Insyirah (94)
tentang ketentuan rezeki dari Allah
|
|
ketentuan rezeki
Allah
|
3.2.3
|
Menjelaskan isi kandungan QS. al-Quraisy dan
|
|
|
||
|
|
|
QS.
al-Insyirah (94) tentang ketentuan rezeki dari
|
|
|
|
Allah
|
|
|
3.2.4
|
Mengidentifikasi isi
kandungan QS. al-Quraisy
|
|
|
|
dan
QS. al-Insyirah (94) tentang ketentuan rezeki
|
|
|
|
dari Allah
|
|
|
3.2.5
|
Menyimpulkan
isi kandungan QS. al-Quraisy dan
|
|
|
|
QS.
al-Insyirah (94) tentang ketentuan rezeki dari
|
|
|
|
Allah
|
4.2
|
Mensimulasikan isi
|
4.2.1.
Mempresentasikan contoh-contoh sikap orang
|
|
|
kandungan QS.
al-Quraisy
|
|
yang
mencerminkan isi kandungan QS. al-Quraisy
|
|
dan QS. al-Insyirah
(94)
|
|
dan
QS. al-Insyirah (94) tentang ketentuan rezeki
|
|
tentang ketentuan
rezeki dari
|
|
dari Allah
|
|
Allah
|
|
|
A.
Rezeki Allah Sangat
Luas
Allah
Swt. menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Manusia dikaruniai
badan yang sehat, otak yang cerdas, serta keimanan dan kemampuan melaksanakan
ibadah dengan baik. Namun demikian, ada sebagian manusia yang mempunyai
pemikiran bahwa rezeki Allah hanya berupa materi. Padahal, rezeki Allah
sebenarnya sangat luas. Udara yang kita hirup setiap hari adalah rezeki, kesehatan
dan kebugaran tubuh kita juga termasuk bagian dari rezeki; kemampuan untuk
melangkah, berjalan, dan beraktivitas adalah rezeki. Bahkan akal pikiran dan
perasaan yang dapat mengangkat kita menjadi manusia bermartabat dibandingkan
makhluk lain itu juga termasuk rezeki Allah. Lantas, apakah pengertian rezeki
itu?
1.
Pengertian Rezeki
Rezeki berarti segala sesuatu yang
bermanfaat, berdaya guna bagi makhluk, serta dapat dimanfaatkan oleh manusia
sebagai sumber penghidupan. Rezeki juga berarti anugerah, karunia, atau
pemberian dari sisi Allah Swt. kepada
makhluk-Nya. Dengan ungkapan lain, segala sesuatu yang dapat menunjang
kelangsungan hidup manusia dan mengantarkannya pada kehidupan yang lebih baik
disebut rezeki. Maka, tahukah kalian bahwa rezeki manusia dan seluruh makhluk
hidup sudah dijamin oleh Allah Swt.? Perhatikanlah firman Allah dalam surah
ar-Rum [30]: 40 berikut ini :
ٱللَّهُ
ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ ثُمَّ رَزَقَكُمۡ ثُمَّ يُمِيتُكُمۡ ثُمَّ يُحۡيِيكُمۡۖ هَلۡ مِن
شُرَكَآئِكُم مَّن يَفۡعَلُ مِن ذَٰلِكُم مِّن شَيۡءٖۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا
يُشۡرِكُونَ ٤٠
Artinya :
“Allah-lah
yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di
antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu dapat berbuat demikian? Maha suci
Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. ar-Rum [30]:
40)
Pada ayat
di atas, Allah menegaskan bahwa Dia telah menghidupkan manusia, memberi rezeki,
mematikan, dan menghidupkan mereka kembali. Kemudian Allah mempertanyakan
kepada manusia “Adakah di antara mereka
yang kamu sekutukan dengan Allah itu
dapat berbuat demikian?” Kalimat tanya semacam ini lazim disebut dengan pertanyaan untuk menegaskan.
Dalam arti, penegasan bahwa tidak ada makhluk yang dapat berbuat demikian.
Inilah yang membutikan bahwa tidak ada yang satu makhluk pun yang dapat
disekutukan dengan Allah. Dia Maha suci dari segala prasangka orang-orang yang
menyekutukan-Nya.
2.
Spirit Al-Quran dalam
Mencari Rezeki
Setelah kalian mengetahui bahwa seluruh
makhluk yang ada di muka bumi telah dijamin rezekinya oleh Allah, bukan berarti
rezeki akan datang begitu saja tanpa berbuat apa-apa. Tetapi dengan anugerah
akal dan kecerdasan, kita akan memperoleh rezeki dengan cara bekerja dan
berusaha. Sehingga apa yang kita peroleh benar-benar dari sumber yang halal dan
berkah.
Islam tidak menganjurkan pemeluknya menjadi pengangguran,
meski dengan alasan untuk berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah Swt.
Atau, menggantungkan belas kasih orang lain dengan cara meminta-minta. Jadi,
usaha mencari rezeki adalah suatu keharusan. Seseorang yang bekerja dengan cara
yang baik, halal, dan tujuannya benar, ia akan mendapatkan rezeki dalam bentuk
materi, sekaligus memperoleh pahala. Karena apa yang diusahakannya termasuk
perbuatan ibadah.
Renungkanlah firman Allah Swt., “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(QS. al-Jumu’ah
[62]: 10). Dalam tafsir ar-Razi dijelaskan
bahwa makna “maka bertebaranlah kamu
di muka bumi” mengacu pada dua hal:
Pertama,
perintah untuk menyelesaikan tugas-tugas hidup setelah selesai shalat Jumat.
Kedua,
larangan untuk duduk-duduk yang tidak bermanfaat dan tidur di dalam masjid seusai shalat Jumat. Dengan ungkapan
lain, firman Allah di atas memantik inspirasi bagi kita untuk senantiasa “produktif,
energik, dan efisien”dalam menggunakan waktu, sekaligus larangan
bermalas-malasan.
Selain
itu, Allah Swt. berfirman: “Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagimu. Maka
berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya.”(QS. al-Mulk [67]: 15)
Ibnu
Katsir juga mengungkapkan, “Menyebarlah
kemana pun kalian inginkan di penjuru-penjuru-Nya,
dan berkelilinglah di sudut-sudut, tepian, dan wilayah-wilayah-Nya untuk
menjalankan usaha dan perniagaan.” Penafsiran Ibnu Katsir ini memberikan isyarat bahwa salah satu pintu rezeki
Allah yang bisa dimasuki manusia adalah lewat bidang perdagangan.
Kebiasaan
berdagang ini ternyata sudah dilakukan suku Quraisy sejak masa Rasulullah Saw.
Mereka melakukan perjalanan dagang ke luar wilayah Makah pada musim dingin.
Pergi ke Yaman untuk belanja parfum dan rempah-rempah, serta menjajakan hasil
pertanian ke Syam selama musim panas. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh
Allah dalam QS. Quraisy [106] ayat 2 :
إِۦلَٰفِهِمۡ
رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ ٢
Artinya: (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
3.
Rezeki yang Halal dan
Berkah
Setiap manusia berhak untuk hidup layak,
aman, damai, dan bahagia. Menurut al-Quran, hidup layak merupakan hak sekaligus
kewajiban mendasar dan utama dalam Islam. Sehingga ajaran al-Quran dan Hadis
mendorong manusia untuk mencari rezeki yang halal dan thayyib agar kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Rasulullah Saw.
bersabda: “Wahai manusia, bertakwalah
engkau kepada Allah, pakailah cara baik dalam
mencari (rezeki)...”. Rasulullah Saw. juga mengingatkan manusia agar
berhati-hati dalam mencari harta, dan mengajurkan mereka untuk selektif dalam
memperolehnya sehingga harta yang menjadi hak miliknya benar-benar halal.
Dari Abu
Hurairah, Rasulullah Saw, bersabda :”Pasti akan datang pada manusia suatu
zamzam di mana seseorang tidak peduli lagi dari mana hartanya ia dapatkan,
apakah dari yang halal ataukah yang haram (HR. Bukhari dan AbuYa’la).
B. QS. QURAISY [106] DAN QS. AL-INSYIRAH
[94]
QS. QURAISY 1-4
|
||
No.
|
Terjemah
|
Ayat
|
1
|
Karena
kebiasaan orang-orang
Quraisy
|
لِإِيلَٰفِ قُرَيۡشٍ
|
2
|
(Yaitu) kebiasaan
mereka bepergian pada musim dingin
dan musim panas
|
إِۦلَٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ
|
3
|
Maka hendaklah mereka menyembah Rabb Pemilik rumah ini
(Ka’bah).
|
فَلۡيَعۡبُدُواْ
رَبَّ هَٰذَا
ٱلۡبَيۡت
|
4
|
Yang telah memberi makanan kepada
mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan
|
ٱلَّذِيٓ أَطۡعَمَهُم
مِّن جُوعٖ وَءَامَنَهُم
مِّنۡ خَوۡفِۢ
|
AL-INSYIRAH 1-8
|
||
No.
|
Terjemah
|
Ayat
|
1
|
Bukankah
Kami telah melapangkan dadamu?
|
أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ
|
2
|
Dan
Kami telah menghilangkan darimu bebanmu
|
وَوَضَعۡنَا عَنكَ وِزۡرَكَ
|
3
|
Yang memberatkan punggungmu
|
ٱلَّذِيٓ أَنقَضَ ظَهۡرَكَ
|
4
|
Dan
Kami tinggikan bagimu sebutan
(nama)mu
|
وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ
|
5
|
Karena
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan
|
فَإِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرًا
|
6
|
Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
|
إِنَّ مَعَ ٱلۡعُسۡرِ يُسۡرٗا
|
7
|
Maka
apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain
|
فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ
|
8
|
Dan
hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap
|
وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب
|
1. Kandungan QS. Quraisy
Surah Quraisy terdiri dari 4 ayat dan
termasuk surah Makkiyah, atau surat-surat yang diturunkan di Makah. Ayat 1
menjelaskan tentang nama Quraisy yang diambil dari kata “ﺶٍْﻳ ﺮـَُﻗ”, berarti Suku Quraisy. Suku ini mendapat kehormatan untuk
memelihara dan menjaga Ka’bah.
Pokok kandungan QS. Quraisy adalah:
Ayat 1; menjelaskan kebiasaan Suku Quraisy
yang mempunyai mata pencaharian pokok berdagang,
Ayat 2; menceritakan tentang perjalanan
dagang Suku Quraisy pada musim dingin ke Yaman, dan pada musim panas ke Syam
dalam setiap tahunnya. Sedangkan keuntungannya digunakan untuk keperluan hidup
dan berkhidmat kepada Baitullah yang menjadi kebanggaan mereka.
Ayat 3; Allah mengingatkan Suku Quraisy
khususnya, dan umat Islam pada umumnya agar senantiasa bersyukur atas rezeki
yang diberikan Allah sekaligus memanfaatkannya sesuai perintah-Nya. Dalam hal
ini, mereka diperintahkan untuk beribadah kepada Tuhan, Sang Pemilik Ka’bah.
Ayat 4; Allah Swt. menunjukkan kenikmatan
yang telah diberikan kepada mereka berupa makanan dan rasa aman. Tuhan pemilik
Ka’bah itu telah memberi makanan untuk menghilangkan lapar. Maka dari itu
selayaknya mereka mengesakan Allah Swt. dalam beribadah, tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun, dan tidak menyembah selain Allah. Barangsiapa yang
mendurhakai perintah Allah, Dia akan mencabut rasa amannya kelak di akhirat,
sebagaimana firman-Nya:
وَضَرَبَ
ٱللَّهُ مَثَلٗا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا
رَغَدٗا مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ
لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ ١١٢ وَلَقَدۡ جَآءَهُمۡ
رَسُولٞ مِّنۡهُمۡ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ ٱلۡعَذَابُ وَهُمۡ ظَٰلِمُونَ ١١٣
Artinya: “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang
dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya
datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)-nya
mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu, Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang Rasul dari mereka sendiri,
tetapi mereka mendustakannya; Karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka
adalah orang-orang yang zalim.” (QS. an-Naḥl [16]: 112-113)
وَضَرَبَ
ٱللَّهُ مَثَلٗا قَرۡيَةٗ كَانَتۡ ءَامِنَةٗ مُّطۡمَئِنَّةٗ يَأۡتِيهَا رِزۡقُهَا رَغَدٗا
مِّن كُلِّ مَكَانٖ فَكَفَرَتۡ بِأَنۡعُمِ ٱللَّهِ فَأَذَٰقَهَا ٱللَّهُ لِبَاسَ ٱلۡجُوعِ
وَٱلۡخَوۡفِ بِمَا كَانُواْ يَصۡنَعُونَ ١١٢
وَلَقَدۡ
جَآءَهُمۡ رَسُولٞ مِّنۡهُمۡ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ ٱلۡعَذَابُ وَهُمۡ ظَٰلِمُونَ
١١٣
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan, inti pokok QS. Quraisy [106] adalah
peringatan Allah kepada masyarakat Quraisy tentang nikmat-nikmat yang telah dianugerahkan
kepada mereka. Karena itu, mereka diperintahkan untuk menyembah Allah semata,
dan tidak menyekutukan dengan sesuatu pun.
2. Kandungan QS. al-Insyirah [94]
Surat al-Insyirah terdiri dari 8 ayat,
dan termasuk surah Makkiyah. Surah al-Insyirah ini diturunkan sebagai
pelipurlara bagi Rasulullah Saw. ketika menghadapi ujian-ujian dalam berdakwah.
Adapun isi kandungannya antara lain:
Ayat 1; Allah menyatakan kepada Nabi
Muhammad Saw., sesungguhnya Kami telah melapangkan dadamu dan Kami memberikan cahaya,
hingga dadamu menjadi lapang dan luas.
Ayat 2-3; Allah mengabarkan tentang
kemudahan yang akan diperoleh Nabi Muhammad Saw. sekaligus menanggalkan beban
yang selama ini dipikulnya dan begitu memberatkannya.
Ayat 4; Allah memberikan penghargaan kepada
Nabi Muhammad Saw., yakni meninggikan sebutan untuk Nabi. Hal ini terbukti
dengan ditetapkannya nama Muhammad yang selalu bersanding dengan nama Allah
dalam konteks pengakuan keesaan-Nya, misalnya dalam dua kalimat syahadat, serta
azan dan iqamat.
Ayat 5-6; Allah menyatakan,
setelah kesulitan akan
datang kemudahan. Dia menyampaikan hal tersebut untuk
memotivasi Nabi dan umatnya bahwa tidak ada kesulitan yang tidak teratasi
selama manusia memiliki semangat untuk keluar dari kesulitan tersebut, dan
selalu bertawakal kepada Allah.
Ayat 7; Allah mengingatkan kepada Nabi
Muhammad saw. dan umatnya agar tidak cepat puas dengan hasil usahanya. Juga
mengingatkan, jika telah menyelesaikan suatu urusan maka bergegaslah
menyelesaikan urusan lainnya.
Ayat 8; Allah mengingatkan kepada Nabi
Muhammad saw. dan umatnya agar senantiasa bersandar dan mohon pertolongan hanya
kepada Allah Swt.[5]
C. Keterkaitan
Isi Kandungan Surah Quraisy dan al-Insyirah tentang Ketentuan Rezeki Allah Swt.
Surah
Quraisy dan al-Insyirah memiliki keterkaitan tentang ketentuan rezeki Allah
Swt., antara lain sebagai berikut:
1. Kedua surah tersebut memberikan
pelajaran kepada kita bahwa Allah Swt. meyediaan rezeki untuk segala kebutuhan
manusia.
2. Rezeki yang diberikan Allah Swt.
kepada hamba-Nya sangat banyak macamnya. Dalam surah Quraisy, dijelaskan bahwa
rezeki Allah Swt., ada yang berupa harta hasil perniagaan, makanan, rasa aman,
dan dijauhkan dari rasa cemas. Adapun daam surah al-Insyirah, disebutkan
beberapa rezekiAllah Swt., antara lain sikap lapang dada (sabar) dalam
berdakwah, diringankan dari beban yang terasa berat dalam berdakwah, diangatnya
nama Nabi Muhammad Saw. dan kemudahan-kemudahan yang diberikan Allah Swt.
3. Dalam surah Quraisy dijelaskan bahwa
rezeki Allah Swt. akan diperoleh dengan usaha yang dilakukan manusia, seperti
berdagang. Adapun dalam surah al-Insyirah, terdapat perintah memanfaatkan
waktu. Waktu sangat berharga bagi manusia. Dengan demikian, manusia wajib
berusaha mencari rezeki Allah Swt. untuk memnuhi kebutuhannya.[6]
Rangkuman
1.
Rezeki adalah segala sesuatu yang dapat
berdaya guna bagi kelangsungan makhluk hidup.
2.
Allah Swt. memerintahkan manusia untuk
senantiasa bersyukur atas rezeki yang telah diberikan.
3.
Mata pencaharian suku Quraisy umumnya adalah
berdagang. Pada musim dingin mereka berdagang ke Yaman, sedangkan pada musim
panas mereka pergi ke Syam (Suriah).
4.
Allah Swt. telah melapangkan dada nabi
Muhammad saw. sebagai tameng untuk menghadapi rintangan orang-orang kafir.
5.
Allah Swt. menjanjikan kepada nabi Muhammad
saw. dan umatnya bahwa setelah kesulitan akan datang kemudahan.
6.
Etos kerja harus ditumbuh kembangkan dengan
cara bergegas menyelesaikan satu pekerjaan, dan berganti ke pekerjaan
berikutnya.
7.
Kita harus senantiasa mengharapkan pertolongan
dari Allah Swt. karena Dialah sebaik-baik pemberi pertolongan.[7]
BAB 3
Kebahagiaan anak yatim adalah
kebahagiaanku

KI
1 Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutny
KI 2 Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan
keberadaannya
KI 3 Memahami pengetahuan (faktual, konseptual,
dan prosedural) berdasarkan Rasa Keingintahuanmu nya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
KI 4 Mengolah,
menyaji dan menallar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai,
memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber
lain yang sama dalam sudut pandang/teori
Kompetensi Dasar dan Indikator

3.3 Memahami isi kandungan Q.S AL-Kautsar (108) dan Q.S al-Ma’un
(107) tentang kepedulian sosial
3.3.1
Menjelaskan pengertian peduli sosial
3.3.2 Mengartikan
Q.S al-Kautsar (108) dan Q.S al-Ma’un (107)
3.3.3 Mengartikan Hadis tentang perilaku tolong menolong riwayat
al-Bukhari dari Abdullah Ibnu Umar
الـمسلم اخو الـمسلم لا يظلمه ولا يسلمه
dan hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah
من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا
نفس الله عنه كربة
dan
hadis tentang mencintai anak yatim riwayat al-Bukhari dari Sahl bin Saad
أنا وكافل اليتيم
dan
hadis riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah
خير بيت في المسلمين بيت
3.3.4
Menunjukkan sikap yang
mencerminkan isi kandungan Q.S al-Kautsar (108) dan Q.S al-Ma’un (107) tentang
kepedulian sosial dan isi kandungan hadis tentang perilaku tolong menolong
riwayat al-Bukhari dari Abdullah Ibnu Umar
4.
الـمسلم اخو
الـمسلم لا يظلمه ولا يسلمه
Dan
hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah
من نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا
نفس الله عنه كربة
Dan
hadis tentang mencintai anak yatim riwayat al-Bukhari dari Sahl bin Saad
أنا وكافل اليتيم
Dan
Hadis riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah
خير بيت في المسلمين بيت
Dalam
fenomena kehidupan dan akibatnya.
4.3 Mensimulasikan
sikap tolong menolong dan peduli terhadap ana yatim sesuai isi Q.S al-Kautsar
(108) dan Q.S al-Ma’un (107) dan sikap tolong menolong sesama muslim sesuai isi
kandungan hadis tentang tolong menolong
riwayat Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar
الـمسلم اخو
الـمسلم لا يظلمه ولا يسلمه
Dan hadis
riwayat Muslim dari Abu Hurairah
من
نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة
Dan hadis
tentang mencintai anak yatim riwayat Al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad
أنا
وكافل اليتيم
Dan hadis
riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah
خير
بيت في المسلمين بيت
4.3.1
Mempresentasikan contoh sikp orang yang tolong menolong dan peduli terhadap ana
yatim sesuai isi Q.S al-Kautsar (108) dan Q.S l-Ma’un (107) dan sikap tolong
menolong sesama muslim sesuai isi kandungan hadis tentang tolong menolong
riwayat Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar
الـمسلم اخو
الـمسلم لا يظلمه ولا يسلمه
Dan Hadis
riwayat Muslim dari Abu Hurairah
من
نفس عن مؤمن كربة من كرب الدنيا نفس الله عنه كربة
Dan hadis
tentang mencintai anak yatim riwayat Al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad
أنا
وكافل اليتيم
Dan hadis
riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah
خير
بيت في المسلمين بيت
1.
Konsep
Kepedulian
Sosial
menurut
QS.
al-Kautsar
[107]
dan
QS.
al-Ma‘un [107]
a. Kepedulian Sosial
Kepedulian
berasal dari akar kata peduli, yaitu memperhatikan atau menghiraukan. Menaruh peduli berarti menaruh perhatian atau
menghiraukan sesuatu. Kepedulian
adalah sikap memperhatikan atau menghiraukan urusan orang lain (sesama anggota masyarakat). Kepedulian sosial bukan berarti
mencampuri urusan orang lain, lebih dari
itu untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi orang lain dengan tujuan kebaikan.
Mengapa
manusia perlu memiliki kepedulian sosial? Karena manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa menjalin hubungan kerjasama
dengan orang lain. Kerjasama tersebut dapat terjalin harmonis
manakala masing-masing pihak memiliki
kepedulian sosial.
Di dalam Islam
sikap semacam ini sangat dianjurkan sebab mempunyai dampak positif. Di antara dampak positif
tersebut antara lain terwujudnya sikap tolong menolong sehingga menumbuhkan kerukunan dan kebersamaan. Selain
itu, untuk menumbuhkan
kepekaan dan kepedulian sosial ada berbagai cara yang harus ditempuh, antara lain:
a. Menyadari bahwa rezeki
berasal dari Allah. Maka, jika Dia menghendaki dapat diambil sewaktu-waktu.
b. Menyadari bahwa kepedulian sosial termasuk ibadah yang akan mendapatkan
pahala dari Allah Swt.
c. Menjauhkan diri dari sifat rakus (tamak) dan kikir.
Konsep-konsep
kepedulian sosial ini terdapat pada surah al-Kautsar dan al-Ma'un.
2. Surah Al-Kautsar dan Al-Ma‘un Tentang Kepedulian Sosial
a. Surah al-Kautsar
إِنَّآ
أَعۡطَيۡنَٰكَ ٱلۡكَوۡثَرَ ١ فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ ٢ إِنَّ شَانِئَكَ
هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ ٣
b. Terjemah Surah
1.
Sesungguhnya Kami telah memberikan
kepadamu nikmat yang banyak.
2.
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu;
dan berkorbanlah
3.
Sesungguhnya orang-orang yang membenci
kamu dialah yang terputus.
c. Penjelasan
surah
Surah al-Kautsar terdiri
dari 3 ayat, dan termasuk
di antara surat-surat Makkiyah.
Surah ini mengabarkan tentang
anugerah Allah Swt. berupa kebajikan
yang melimpah kepada Nabi
Muhaammad Saw.
yang sangat banyak, baik dalam hal
kedudukannya sebagai Nabi maupun pribadi. Adapun
isi kandungan surah al-Kautsar sebagai berikut:
Ayat 1; menerangkan tentang
nikmat Allah yang melimpah yang telah diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Kenikmatan yang melimpah itu disebut
al-Kautsar.
Ayat 2;
menerangkan tentang dua perintah kepada Nabi Muhammad Saw. khususnya, dan
umat Islam pada umumnya. Kedua perintah itu adalah pelaksanaan shalat dan kurban. Pelaksanaan dua
perintah tersebut sebagai bukti rasa syukur
atas limpahan nikmat Allah yang
begitu banyak
Ayat 3;
menerangkan perihal orang yang membenci Nabi Muhammad Saw. dan risalahnya.
Kebencian ini akan mengakibatkan terputus dari rahmat-Nya. Selain itu, dalam ayat ini juga terdapat
lafaz al-abtar. Kata ini bermula dari ba-ta-ra yang berarti putus atau terputus. Semula kata
ini untuk menjuluki binatang yang
tidak memiliki ekor. Kemudian kata
ini mengalami perluasan makna sehingga digunakan
untuk menyebut orang-orang yang tidak memiliki keturunan anak laki-laki.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, isi kandungan
surah al-Kautsar menjelaskan tentang nikmat Allah yang dianugerahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dengan kenikmatan inilah, Allah memerintahkan Nabi untuk bersyukur
dengan mendirikan shalat dan berkurban sepenuh hati. Sedangkan
orang-orang yang membenci Nabi
Muhammad tidak akan mendapatkan kebaikan
di dunia dan akhirat,
dan termasuk orang yang merugi.
d. Surah Al-Ma‘un [107]
أَرَءَيۡتَ
ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ ١ فَذَٰلِكَ
ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ ٢ وَلَا
يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ٣ فَوَيۡلٞ لِّلۡمُصَلِّينَ ٤ ٱلَّذِينَ هُمۡ
عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ٥ ٱلَّذِينَ
هُمۡ يُرَآءُونَ ٦ وَيَمۡنَعُونَ
ٱلۡمَاعُونَ ٧
e. Terjemah surah
1. Tahukah kamu (orang) yang
mendustakan agama?
2. Itulah orang yang menghardik anak
yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi
makan orang miskin.
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat,
5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya,
6. orang-orang yang berbuat riya’.
7. dan enggan (menolong dengan) barang
berguna.
f. Penjelasan Surah
Ayat 1-3; menjelaskan tentang pendusta agama. Mereka adalah orang-orang
yang menghardik (menyia-nyiakan) anak yatim dan enggan memberi makan orang
miskin.
Ayat 4-7; menjelaskan perihal orang-orang yang melaksanakan shalat tapi
mendapat celaka. Kecelakan itu disebabkan mereka lalai atau mengabaikan waktu
shalatnya.
Orang yang
melalaikan shalatnya termasuk pendusta agama. Di samping itu, juga menjelaskan
tentang sifat riya’, atau orang-orang yang berbuat baik demi memperoleh
pujian dan sanjungan dari orang lain, bukan ikhlas karena Allah.
Dalam
menerangkan tentang riya’ Al-Ghazali mengatakan jika seseorang
menampilkan amal ibadahnya dengan tujuan untuk diperhatikan orang lain, hingga
ia mendapatkan tempat di dalam hatinya. Dan orang yang bersikap riya’
termasuk pendusta agama karena ia sama halnya telah menyekutukan Allah Swt.
Ayat 7; merupakan salah satu ajaran tentang larangan berperilaku bakhil atau
kikir, dan sikap enggan memberi bantuan kepada orang lain. Perilaku ini
termasuk pendustaan terhadap agama.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan, isi surah al-Ma’un menjelaskan tentang
sifat manusia yang dipandang sebagai pendusta agama, di antaranya:
a)
Orang-orang yang menghardik anak yatim
b) Enggan memberi bantuan kepada orang lain yang sangat mem-butuhkan.
c) Tidak
memberi makan fakir miskin.
d) Orang
yang lalai dalam shalat dan bersikap riya’.
Berkaitan dengan hal di atas, ada dua pengertian tentang
menghardik anak yatim. Pertama,
menghardik secara verbal; kedua, menghardik secara non verbal.
Menghardik secara verbal yaitu dengan kata-kata kasar. Sedangkan menghardik
yang bersifat nonverbal, misalnya, bertutur kata lembut dengan mereka tapi tidak
memperhatikan makan, pakaian, dan pendidikan yang layak buat mereka.
Orang-orang yang berperilaku demikian akan mendapatkan balasan dari Allah,
sebagaimana ditegaskan dalam surah an-Nisa’ ayat 10 bahwa mereka diibaratkan
menelan api dalam perutnya dan akan masuk ke dalam api neraka yang
menyala-nyala.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ
ٱلۡيَتَٰمَىٰ ظُلۡمًا إِنَّمَا يَأۡكُلُونَ فِي بُطُونِهِمۡ نَارٗاۖ
وَسَيَصۡلَوۡنَ سَعِيرٗا
Artinya, “Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka).”
Demikian
pula dengan menghina anak yatim. Seseorang yang melakukan perbuatan ini sama
halnya sedang menempuh perjalanan ke neraka. Karena anak-anak yatim adalah orang-orang
yang disayangi Rasulullah Saw. Apalagi doa anak yatim itu cepat dikabulkan
Allah Swt. Dengan demikian, barangsiapa menyakiti hati mereka, berarti ia melapangkan
jalan menuju neraka.
3. Hadis Tolong
Menolong dan Mencintai Anak Yatim
a. Hadis
Tentang Tolong Menolong
Hadis 1
عَنْ اِبْنُ شِهاَبٍ اَنِّ
ساَلِمَ بْنَ عَبْد اللَّهِ بْنِ عُمَرَ اَخْبَرَهُ اَنَّ عَبْد اللَّهِ بْنَ
عُمَرَ اَخْبَرَهُ اَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلىَ اللَّهُ عَلَيْهِ ؤَسَلَّمَ قاَ
لَ : الْمُسْلِمُ اَخُوْ الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَ لاَ يُسْلِمُهُ مَنْ كاَ
نَ فِيْ حاَ جَةِ اَخِيْهِ كَا نَ اللَّهُ عَزَّ وِجَلَّ فِيْ حاَ جَتِهِ وَمَنْ
فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ بِهاَ كُرْبَةً مِنْ
كُرْبِ يَوْمٍ الْقِياَمَةِ وَمَنْ سَترَ مُسْلِماً سَترَاللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ
الْقِياَمَةِ ( رواه البخاري)
Artinya: Dari Ibn
Syihab, sesungguhnya Salim bin Abdullah telah mengkahabarkankepadanya bahwa
sesungguhnya Abdullah bin Umar RA. mengabarkan, Rasulullah Saw.. bersabda, “Muslim
yang satu adalah saudara muslim yang lain. Oleh karena itu, ia tidak boleh
menganiaya dan menyerahkannya (kepada musuh).Barangsiapamemperhatikan kepentingan
saudaranya, Allah akan memperhatikan kepentingannyaBarangsiapa membantu
kesulitan seorang muslim, maka Allah akan membantu kesulitannya dari beberapa
kesulitannya pada hari kiamat kelak. Dan, barangsiapa menutupi (aib) seorang
muslim, Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)
Hadis 2
مَنْ نَفْسَ عَنْ مُؤْمِنٍ
كُرْبَةً مِنْ كُراَبِ الدّنْياَنَفَّسَ اللَّهُ عِنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُراَبِ
يَوْمَ الْقِياَمَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلىَ مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَليْهِ فىِ الدّنْيا
وَالاَخِرَةِ وَمَنْ سَترَ مُسْلِماً
سَترَاللَّهُ فىَ الدُّنْياَ وَالاَخِرَةِ وَاللَّهُ فىِ عَوْنِ الْعَبْدِ
ماَ كاَنَ الْعَبْدُ فىْ عَوْنَ اَحِيْهِ (رواه مسلم عن ابي هريرة)
Artinya:
“Barangsiapa melapangkan seorang mukmin
dari satu kesusahan dunia, Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan
di hari kiamat. Barangsiapa meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong
seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya. (HR.
Muslim dari Abu Hurairah).
b. Penjelasan Hadis
Hadis Pertama:
Rasulullah
Saw. mengajarkan kita untuk saling
tolong-menolong. Tolong menolong atau ta’awun merupakan keharusan bagi setiap orang. Karena manusia tidak bisa hidup di dunia tanpa pertolongan orang lain. Setiap pekerjaan, apapun bentuknya, pasti
membutuhkan kerjasama dengan orang lain.
Di samping itu, tolong menolong dibutuhkan tidak hanya dalam urusan pekerjaan, melainkan dalam hal-hal nasihat-menasihati dalam
kebaikan, anjuran berbuat kebajikan,
dan lain sebagainya. Hal ini sebagaimana tercermin dalam firman Allah
Swt.
وَلَا تَعَاوَنُواْ
عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ
ٱلۡعِقَابِ ٢
Artinya: “… dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu amat berat siksa-Nya.”(QS.al-Maidah
[5]: 2)
Di samping itu, ta’awun
adalah salah satu cara menjaga Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan dalam
Islam). Tidak ada artinya ketika kita menganggap orang lain sebagai
saudara, tapi tidak memberikan bantuan manakala ia sedang membutuhkan. Tolong
menolong dan bahu-membahu menjadi tuntuntan dalam kehidupan bermasyarakat.
Misalnya, ketika tetangga kita sedang menderita sakit maka selayaknya kita
menjenguk dan mendoakannya. Atau tatkala orang-orang di sekitar kita mengalami suatu musibah, hendaknya kita membesarkan hatinya dengan
mengunjunginya atau menghiburnya. Sebab kehadiran kita akan membantu
meringankan beban mereka danmenjadi pelipulara dalam kehidupannya.
Dalam hal
ini, Rasulullah Saw. telah mengajarkan untuk saling tolong menolong dalam
bermasyarakat. Beliau mengibaratkan sikap semacam ini sebagai bangunan yang
saling menguatkan satu sama lain:
Artinya: “Mukmin
yang satu dengan yang lainnya bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan
antara sebagian dengan sebagian lainnya. (Rasulullah Saw. sambil memasukkan
jari-jari tangan ke sela jari-jari lainnya) (HR. Bukhari)
Coba kalian renungkan:
Sebuah batu bata tampak
lemah bila ia hanya teronggok sendirian tanpa yang lainnya. Demikian juga,
ratusan bahkan ribuan batu bata tetap tampak lemah jika hanya berserakan tanpa
kesatuan yang dapat menguatkan mereka. Akan tetapi, bila ribuan batu bata itu
tersusun dengan rapi dan sesuai dengan aturan yang berlaku, seperti ditata
dengan rancang-bangun yang presisi, direkatkan dengan semen yang bercampur air
dan pasir, dan lain sebagainya maka akan menjadi sebuah banguan yang kokoh.
Batu bata tidak lagi sebagai batu bata, tetapi menjadi dinding dan bangunan
yang kuat, yang berfungsi sebagai rumah, hotel, istana, gerbang, dan lain
sebagainya. Demikian inilah permisalan yang digambarkan Rasulullah berkaitan
dengan pentingnya sikap saling tolong menolong, terutama dengan sesama Muslim.
Dalam Hadis di atas
juga dijelaskan, Allah Swt. mengapresiasi orang yang mau membantu keperluan
saudaranya. Dia akan membantunya dalam memenuhi kebutuhan dan mengabulkan
hajatnya. Seseorang yang mau melepaskan kesusahan orang lain, ia akan dilepaskan
dari kesusahannya di hari kiamat. Dan orang yang suka menutupi aib orang lain,
aibnya pun akan ditutupi oleh Allah pada hari kiamat kelak.
Hadis Kedua: Menjelaskan
tentang sikap hidup yang harus ditumbuhkembangkan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sikap tersebut antara lain: Kesediaan melapangkan kesusahan,
meringankan beban penderitaan; menjaga atau menutupi aib saudaranya, dan
kesediaan menolong sesama. Jika sikap tersebut tertanam dalam dada seorang
muslim, sekaligus menjadi karakter yang dipraktikkan dalam kehidupan
sehari-hari maka Allah Swt. akan membalas dengan balasan yang sama;
dilapangkan, diringankan, ditutupi aibnya dan memperoleh pertolongan Allah dari
kesusahan-kesusahan pada hari kiamat.
b. Hadis
Tentang Mencintai Anak Yatim
Hadis 1
عَنْ سَهْلٍ بن سَعْدٍ رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم :اَنَا وَكاَ فِلُ الْيَتِيْمِ في الْجَنَّةِ هكَذأ وَاَشاَ رَ بِالسّباَ بَةِ
وَالْوُسْطىَ وَاَشاَرَ بَيْنَهُمَا (رواه البحاري)
Artinya: Dari
Sahl bin Sa’ad ra. barkata, Rasulullah Saw bersabda, “Aku dan orangorang yang
memelihara anak yatim di surga seperti ini beliau menunjukkan jari telunjuk dan
jari tengah serta merenggangkan antara keduanya.” (HR. Bukhari)
Hadis 2
عن ابي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه
وسلّم خَيْرٌ بَيْتٍ في الْمُسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فيه يضتِيْمٌ يُحْسَنُ اِلَيْهِ
وَشَرُّ بَيْتٍ فالمُسْلِمِيْنَ بَيْتٌ فيه يتيمٌ يُساءُ اِلَيْهِ (رواه ابن ماجه)
Artinya: Dari
Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik rumah seorang
muslim adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim dan diasuhdengan baik.
Seburuk-buruk rumah orang Islam adalah rumah yang di dalamnya ada anak yatim
yang diperlakukan dengan jahat.” (HR. Ibnu Majah).
c.
Penjelasan Hadis
Hadis di
atas mengajarkan kepada kita untuk peduli terhadap anak yatim. Seseorang yang
mau peduli terhadap anak yatim dengan cara memeliharanya secara layak,
memberikan pendidikan dan pelatihan yang bermanfaat, membesarkan jiwanya dengan
perlakuan yang baik dan wajar, akan memperoleh kedudukan yang tinggi di surga
bersama nabi Muhammad Saw. Kebersamaannya di surga Rasulullah digambarkan
layaknya kedekatan antara jari telunjuk dan jari tengah.
Anak yatim
adalah anak-anak yang belum baligh yang ditinggal mati orang tuanya, atau salah
satunya. Di Indonesia dikenal dengan istilah yatim piatu, atau anak yang ditinggal
mati oleh keduanya. Setelah kematian salah satu dari kedua orang tuanya maka
orang yang pertama kali harus bertanggung jawab adalah ahli warisnya. Mereka
berkewajiban untuk memelihara, memberikan kehidupan serta pendidikan yang
layak, mengajarkan moralitas dan membangkitkan etos kerja guna mempersiapkan
masa depan yang mandiri.
Sama halnya
dengan anak-anak lainnya, anak-anak yatim ini juga membutuhkan bimbingan dan
kasih sayang orang tua dalam rangka perkembangan kepribadiannya.
Namun, mereka tidak mendapatkan hal tersebut karena ayah atau ibunya telah
tiada. Maka, diperlukan orang lain yang dapat menggantikan peran orang tua guna
menuntun mereka ke jalan yang benar. Karena anak-anak yang kehilangan orang tua
ini tidak akan tumbuh dengan baik dan seimbang, baik dari segi jasmani, mental,
maupun spiritual tanpa kasih sayang orang-orang di sekitarnya. Maka dari itu,
diperlukan orang tua asuh untuk membangkitkan jiwa dan karakternya yang
terpuruk dan terbelakang, sekaligus menggantikan peran kedua orang tuanya.
Tindakan menyelamatkan generasi dari anak-anak yatim ini tentu tidak mudah, dan
memerlukan perjuangan dan keikhlasan yang sangat besar.
Sebagian masyarakat
selama ini memahami bahwa menyantuni anak yatim hanya terbatas pada kebutuhan
fisik, seperti memenuhi kebutuhan sandang dan pangan. Dan kebanyakan dari
mereka tidak mempertimbangkan perihal pendidikan, pembekalan skil, dan aspek
psikologis lainnya. Padahal, selain kebutuhan makanan dan pakaian anak-anak
yatim yang tinggal di panti maupun di rumahnya sendiri juga membutuhkan
pendidikan dan bekal skil yang dapat dikembangkan kelak ketika mereka dewasa.
Di samping itu, mereka merindukan fi gur orang tua yang menjadi tempat bertukar
pikiran dan curahan hati. Oleh karena itu, seharusnya pemberian bantuan fi sik
disertai pula dengan komunikasi pribadi yang intens untuk memahami kebutuhan
psikologis maupun pengembangan bakat dan minat anak yang bermanfaat bagi masa depannya.
Hal ini sebagaimana
dijelaskan Rasulullah Saw. pada hadis tersebut bahwa orang yang menyantuni anak
yatim dengan baik, ia akan berada di surga bersanding bersama Rasulullah Saw.
Demikian pula pada
Hadis kedua bahwa rumah yang paling mulia dalam pandangan Nabi Muhammad adalah
rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim dan diasuh dengan baik. Sebaliknya,
seburuk-buruk rumah yaitu bila di dalamnya ada anak yatim tapi disia-siakan.
Jika demikian halnya maka keberkahan hidup tidak akan pernah terpancar dari
rumah tersebut beserta penghuninya.[8]
5. Mensimulasikan Sikap Tolong Menolong dan Peduli
terhadap Anak Yatim Sesuai Kandungan Surah al-Kautsar dan al-Ma’un
Siswa kelas 2
Madrasah Tsanawiyah berasal dari
berbagai daerah. Tingkat kemampuan ekonomi wali murid pun amat berbada.
Beberapa wali murid yang berdomisili di kota ada yang menjadi pengusaha swasta
dan pegawai negeri. Sementara itu wali murid yang berdomisili di desa pun juga
demikian halnya. Sebagian mereka menjadi pedagang kayu yang sukses, sebagian menjadi
petani yang sukses dan sebagainya.
Setelah mempelajari
surah al-kautsar dan al-Maun, guru agama kelas dua bermaksud mengajak para
siswa yang berasal dari keluarga mampu untuk mengamalkan isi kandungan kesua
surah tersebut.[9]
Rangkuman
1.
Surat
al-Kautsar dan al-Ma’un adalah surat yang mengungkap informasi dari Allah bahwa
kaum Muslimin harus mempunyai dan selalu menumbuh kembangkan sikap kepedulian
sosial terhadap orang lain
2.
Kepedulian
sosial dalam surat al-Kautsar diwujudkan dengan menyembelih kurban dengan niat
semata-mata karena Allah Swt.
3.
Kepedulian
sosial dalam surat al-Ma’un di wujudkan dalam bentuk
- Tidak menyia-nyiakan
anak yatim dan menyantuni fakir miskin
- Menganjurkan untuk
memberi makan orang miskin dan memberi sesuatu yang dapat berguna bagi orang
lain.
4. Dalam surah al-Ma'un, Allah Swt. menjelaskan tentang
ciri-ciri orang yang mendustakan agama, yaitu:
a.
Menyia-nyiakan anak yatim
b.
Melalaikan shalat
c.
Bersikap ria
d. Enggan
memberi pertolongan.
5. Mencintai anak yatim adalah perintah agama yang mengandung
pahala besar.
6. Keutamaan orang yang mencintai anak yatim adalah ia akan
berada di surga bersama Rasulullah. Kedekatannya diumpamakan jari telunjuk dan
jari tengah.
7. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi
aibnya di dunia dan di akhirat.[10]
[1]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Guru Al-Qur’an Hadits , (Jakarta:
Kementerian Agama, 2015), hlm. 6-7.
[2] Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Hadits , (Jakarta:
Kementerian Agama, 2015), hlm. 3
[3]
T. Ibrahim dan H. Darsono, Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis 2 untuk
Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah, (Solo: AQILA, 2015), hlm. 8-9
[4] Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Hadits , (Jakarta:
Kementerian Agama, 2015), hlm. 9.
[5]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 13-19.
[6]
Ibrahim dan H. Darsono, Op.Cit., hlm.25.
[7]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 22.
[8]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Guru Al-Qur’an Hadits , (Jakarta:
Kementerian Agama, 2015), hlm. 51-59.
[9] T. Ibrahim dan H. Darsono, Pemahaman Al-Qur’an
dan Hadis 2 untuk Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah, (Solo: AQILA, 2015), hlm.
44.
[10]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 39.
SEMESTER 2
BAB IV

|
|
|
|
Kompetensi Inti (KI)
KI 1
|
Menghargai dan
menghayati ajaran agama yang dianutnya
|
KI 2
|
Menghargai, dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong),
santun,
percaya
diri,
dalam
berinteraksi
secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
KI 3
|
Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)
berdasarkan Rasa Keingintahuanmu tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni
budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
|
KI 4
|
Mengolah, menyaji dan menalar, dalam ranah
konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranahabstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori.
|
Kompetensi Dasar (KD) dan
Indikator

3.1.
Memahami ketentuan
|
3.1.1
|
Menjelaskan
pengertian hukum bacaan Lam dan
|
|
hukum
bacaan Lam
|
|
Ra’ dalam Q.S Al- Humazah (104), Q.S
|
|
Dan Ra
dalam Q.S. al-
|
|
At-Takatsur
(102), dan
|
Surah-surah
lain dalam
|
Humazah
(104), Q.S
|
|
Al-Qur
an
|
|
At-Takatsur (102), dan
|
3.1.2
|
Menjelaskan
ciri-ciri hukum bacaan Lam dan
|
|
Surah-surah
lain dalam Al-
|
|
Ra’ dalam Q.S Al- Humazah (104), Q.S
|
|
Qur’an
|
|
At-Takatsur
(102), dan
|
Surah-surah
lain dalam
|
|
|
Al-Qur
an
|
|
|
3.1.3
|
Mendiskripsikan
cara membunyikan hukum bacaan
|
|
|
|
Lam dan Ra’ dalam
Q.S Al- Humazah (104), Q.S
|
|
|
|
At-Takatsur
(102), dan Surah-surah lain dalam
|
|
|
|
Al-Qur
an
|
|
|
3.1.4
Mengidentifikasi hukum
|
bacaan Lam dan
|
|
|
|
Ra’ dalam Q.S Al- Humazah (104), Q.S
|
|
|
|
At-Takatsur
(102), dan Surah-surah lain dalam
|
|
|
|
Al-Qur
an
|
|
|
3.1.5
|
Menyimpulkan
cara membaca bacaan Lam dan
|
|
|
|
Ra’ dalam Q.S Al- Humazah (104), Q.S
|
|
|
|
At-Takatsur
(102), dan Surah-surah lain dalam
|
|
|
|
Al-Qur
an
|
|
4.1.
Menerapkan hukum
|
4.1.1
Mempraktikkan bacaan Lam dan Ra’ dalam Q.S
|
||
bacaan
Lam dan Ra’
|
|
Al-
Humazah (104),
Q.S At-Takatsur (102), dan
|
|
dalam
Q.S Al- Humazah
|
|
Surah-surah
lain dalam
|
Al-Qur
an
|
(104), Q.S At-Takatsur
|
|
|
|
(102),
dan Surah-surah
|
|
|
|
lain
dalam Al-Qur an
|
|
|
|
Membaca al-Qur’an harus benar dan sesuai dengan kaidah ilmu
Tajwid. Apabila salah dalam membaca akan merusak arti dan makna yang terkandung
di dalamnya. Membaca al-Qur’an dengan benar juga akan menambah kekhusu’an dan
menambah pahala ibadah. Selain itu nantinya akan menjadikan kita mendapat
syafa’at di akhirat. Agar kita mampu membaca al-Qur’an dengan baik dan benar
kalian harus mempelajari Ilmu Tajwid dengan teliti. Nah pada kesempatan ini
kalian akan mempelajari Ilmu Tajwid yaitu hukum bacaan Lam dan Ra.
A. Hukum
Bacaan Lam ( ل )
Di dalam Ilmu Tajwid hukum
bacaan Lam ada dua macam, yaitu :
1. Lam tafkhim ( تفحيم )
tebal / Mufakhkhamah.
Apabila ada huruf Lam (ل ) dalam lafzul jalalah ( الله ) yang
didahului oleh huruf yang berharakat fathah ( ـَـ ) atau damah ( ـُـ ). Maka harus dibaca tafkhim atau tebal.
Lam yang terdapat dalam lafzull Jalalah dinamakan lam jalalah. Cara
mengucapkannya ialah dengan menjorokkan kedua bibir ke depan.
Contoh : - Lafzul Jalalah ( الله ) yang didahului oleh huruf yang berharakat
fathah
اللهُ - قُلْ هُوَاللهُ
أَحَدٌ - شَهِدَ اللهُ - لاَإِلٰهَ إِلاَّ اللهُ معَ
- Lafzul Jalalah ( الله ) yang didahului oleh huruf
yang berharakat damah وَرَحْمَة ُاللهِ
- يُؤْتِيَهمُ الله خَيْرًا - يُحْبِبْكُمُ اللهُ -
عَبْدُ اللهِ .
2. Lam Tarqiq (ترقيق ) Tipis / Muraqqaqah
Huruf Lam dibaca Tarqiq ada dalam dua
keadaan, yaitu :
a. Lam yang terdapat pada
Lafzul jalalah ( الله ) dan didahului oleh huruf yang
berharakat kasrah. ( ـِـ ).
Posisi mulut tidak menjorok kedepan.
Contoh : بِسْمِ اللهِ - فِىْ رَسُوْلِ اللهِ - فِىْ
دِيْنِ اللهِ أَفْوَاجًا
b. Semua Lam yang terdapat
dalam lafal selain lafzul jalalah
Contoh : وَعَلَّمَ - لِكُلِّ - لُمَزَةٍ
B. Hukum
Bacaan Ra (ر
)
Hukum bacaan ra ( ر )
dibagi menjadi tiga , yaitu :
1. Ra Tafhim ( تفحيم
) artinya ra yang dibaca tebal .
Ra dibaca tebal. Apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Jika huruf ra
berharakat fathah atau fathatain ( رَ
/ رً )
Contoh : - Ra difathah رَبُّكُمْ - رَبِّ الْفَلَقِ -
غُفِرَلَهُ - اَلَمْ تَرَ :
ر
- Ra difathatain
نَارًا - خَيْرًا -
طَيْرًا - شرًا
رً
b. Jika ra berharakat dammah atau dammatain ( رُ / رٌ ) Contoh : - Ra dammah رُزِقْنَا - كَفَرُوْا -
أَكْبَرُ - نَصْرُاللهِ رُ
- Ra dhammatain غفورٌ
- أجرٌ - مَبرُورٌ - نورٌ رٌ
c. Jika ra berharakat sukun jatuh sesudah huruf yang
difathah atau didammah ( + رْ ـُـ / رْ
+ ـَـ )
Contoh :
- Ra sukun jatuh sesudah huruf difathah ( رْ + ـَـ ) وَأَرْسَلَ - تَرْمِيْهِمْ - فَأَ
ثَرْنَ بِهِ - وَانْحَرْ
- Ra sukun jatuh sesudah huruf didammah ( ــُ + رْ ) تُرْحَمُوْنَ - مُرْسَلِيْنَ -
قُرْآنٌ - مُرْتَفَقًا
d. Jika ra berharakat sukun didahului oleh huruf yang
berharakat kasrah tetapi kasrahnya tidak asli dari kalimat itu. ( رْ ِ / kasrah tidak asli )
Contoh : اِرْجِعِىْ
- اِرْكَبْ - اِرْحَمْنَا
e. Jika ra berharakat sukun sedangkan huruf sebelumnya berharakat
kasrah asli, namun sesudah ra sukun itu ada huruf ISTI’LA ( إسـتـعـلاء )
yang tidak dikasrah (huruf isti’la tidak dikasrah + رْ + ِ
/ kasrah asli ). Sedangkan huruf isti’la itu ialah ص - ض - ط - ظ
- خ - غ - ق
Contoh : قِرْطَاسٌ -
مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ - مِرْصَادٌ
.
2. Tarqiq ( ترقيق ) tipis /
Muraqqaqah.
Ra tarqiq atau muraqqaqah ialah ra yang dibaca tipis. Di dalam
ilmu tajwid ra ( ر ) dibaca tipis jika memenuhi persyatan-persyaratan.,
yaitu :
a. Jika ra berharakat
kasrah atau kasratain ( ِر / ٍر
)
Contoh : - Ra dikasrah ِ رِمَاحُكُم
ْ - كَرِيْمٌ - مِنَ الرِّّجَالِ
- Ra dikasratain ( لَفِىْ حُسْرٍ
b. Jika ra berharakat
sukun dan huruf sebelumnya berharakat kasrah asli tetapi sesudah
ra sukun bukan huruf isti’la. ( bukan huruf isti’la + رْ + ـِـ ).
Contoh : فِرْعَوْنَ - فَبَشِّرْهُ - وَأَنْذَرْبِهِ
- مِْرفَقًا
c. Jika ra diwaqafkan dan
huruf sebelumnya ya sukun ( ra waqaf + يْ
)
Contoh :شَيْئٍ قَدِ يْرٌ- وَهُوَالسَّمِيْعُ الْخَبِيْر
سَمِيْع ٌبَصِيْرٌ- لَكُم ُالْخَيْرُ
d. Jika ra diwaqafkan dan
huruf sebelumnya dikasrah ( ra waqaf + ـِـ )
Contoh :وَلاَ
ناَصِرَ - هُوَالْكَافِرُ - بِمُصَيْطِرٍ.
C. Jawazul
Wajhain (
جواز الوجهين
) artinya boleh dibaca tebal dan boleh dibaca tipis Huruf ra
boleh dibaca tafkhim atau tarqiq jika ra itu disukun dan huruf sebelumnya
dikasrah sedangkan setelah ra sukun itu ada huruf isti’la yang dikasrah. (huruf
isti’la yang dikasrah + رْ + ِ )
Contoh :مِنْ عِرْضِهِ - بِحِرْصٍ
D.
Menerapkan Hukum Bacaan Lam
dan Ra’ dalam Al-Quran Surah
Al-Humazah dan at-Takatsur.
Untuk lebih memperdalam pengetahuan
kalian tentang hukum bacaan lam dan ra’, bukalah al-Quran dan
bacalah surat al-Humazah dan at-Takatsur di bawah ini dengan memperhatikan
kalimat yang mengandung hukum bacaan lam dan ra’. Ucapkanlah
huruf lam dan ra’ yang ada di dalamnya sesuai dengan
kaidah-kaidah yang telah kalian pelajari.
1.
al-Humazah
وَيۡلٞ لِّكُلِّ هُمَزَةٖ
لُّمَزَةٍ ١ ٱلَّذِي جَمَعَ مَالٗا وَعَدَّدَهُۥ
٢ يَحۡسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخۡلَدَهُۥ
٣ كَلَّاۖ لَيُنۢبَذَنَّ فِي ٱلۡحُطَمَةِ
٤ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلۡحُطَمَةُ ٥ نَارُ
ٱللَّهِ ٱلۡمُوقَدَةُ ٦ ٱلَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى ٱلۡأَفِۡٔدَةِ ٧ إِنَّهَا عَلَيۡهِم مُّؤۡصَدَةٞ ٨ فِي عَمَدٖ مُّمَدَّدَةِۢ ٩
2.
at-Takatsur
أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ ١ حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ ٢ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٣ ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٤ كَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُونَ عِلۡمَ ٱلۡيَقِينِ
٥ لَتَرَوُنَّ ٱلۡجَحِيمَ ٦ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا
عَيۡنَ ٱلۡيَقِينِ ٧ ثُمَّ لَتُسَۡٔلُنَّ
يَوۡمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ ٨
No
|
Lafadz
|
Hukum Bacaan
|
1.
|
|
|
2.
|
|
|
3.
|
|
|
4.
|
|
|
5.
|
|
|
6.
|
|
|
7.
|
|
|
8.
|
|
|
9.
|
|
|
10.
|
|
|
Rangkuman
1. Hukum bacaan lam ada dua, yaitu: lam tafkhim dan
lam tarqiq.
2. Hukum bacaan ra’ ada tiga, yaitu: ra’ tarqiq;
ra’ tafkhim; jawazul wajhain.
3. Ra’ dibaca tafkhim (tebal)
karena beberapa keadaan, di antaranya:
a. Jika ra’ berharakat fathah atau fathatain
b. Jika ra’ berharakat dhamah atau dhammatain
c. Jika ra’ sukun jatuh setelah huruf berharakat fathah
atau dhamah.
d. Jika ra’ sukun dan huruf sebelumnya berharakat kasrah
tetapi kasrahnya tidak asli dari kalimat tersebut.
e. Jika ra’ sukun sedangkan huruf sebelumnya berharakat kasrah
asli, namun sesudah ra’ sukun ada huruf isti’la ( إستعلاء )
yang tidak kasrah (huruf isti’la tidak di-kasrah)
4. Jawazul wajhain ialah ra’
yang dapat dibaca tipis atau tebal
5. Huruf isti’la adalah huruf-huruf yang makhraj-nya
terletak pada pangkal lidah sebelah atas.[1]
BAB V
Kuraih ketenangan hidup dengan menghindari
sifat tamak
Kompetensi Inti
(KI)
KI 1
|
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang
dianutnya
|
KI 2
|
Menghargai, dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong),
santun,
percaya
diri,
dalam
berinteraksi
secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
KI 3
|
Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)
berdasarkan Rasa Keingintahuanmu tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni
budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
|
KI 4
|
Mengolah, menyaji dan menalar, dalam ranah
konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranahabstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori.
|
Kompetensi
Dasar (KD) dan Indikator

3.2 Memahami isi kandungan
|
3.2.1
|
Menjelaskan pengertian tamak
|
|
Q.S al-Humazah (104)
|
3.2.2
|
Menterjemahkan surah Q.S
al-Humazah (104) dan
|
|
dan Q.S. at-Takatsur (102)
|
|
Q.S at-Takatsur (102)
|
|
tentang sifat cinta dunia
|
3.2.3
|
Menjelaskan isi kandungan
|
surah Q.S al-Humazah
|
dan melupakan
|
|
(104) dan Q.S at-Takatsur (102)
tentang sifat cinta
|
|
Kebahagiaan hakiki
|
|
Dunia
dan melupakan kebahagiaan hakiki
|
|
|
3.2.4
|
Mengidentifikasi isi
|
Kandungan surah Q.S
|
|
|
Q.S at-Takatsur (102)
|
al-Humazah (104) dan
|
|
|
tentang sifat cinta dunia
|
Dan melupakan
|
|
|
kebahagiaan hakiki
|
|
|
3.2.5
|
Menunjukkan
contoh sikap yang sesuai dengan isi
|
|
|
|
Kandungan Q.S al-Humazah (104)
dan Q.S at-
|
|
|
|
Takatsur (102) tentang sifat
cinta dunia dan
|
|
|
melupakan kebahagiaan
|
hakiki
|
|
4.2 Mensimulasikan sikap yang
|
4.2.1
|
Menunjukkan contoh sikap yang
sesuai dengan
|
|
sesuai dengan isi kandungan
|
|
isi kandungan Q.S al-Humazah
(104) dan Q.S at-
|
|
Q.S al-Humazah (104) dan
|
|
Takatsur (102) tentang sifat
cinta dunia dan
|
|
Q.S at-Takatsur (102) tentang
|
|
Melupakan
kebahagiaan hakiki
|
|
sifat cinta dunia dan melupa-
|
|
|
|
Kan kebahagiaan hakiki
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
||
|
|
|
|
|
|
|
|
1.
Tamak terhadap Harta
Islam menganjurkan
pemeluknya untuk bekerja mencari nafkah dengan cara baik dan halal. Dengan
bekerja, manusia akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya berupa sandang, pangan,
dan papan. Selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, harta benda juga harus dimanfaatkan
untuk tujuan beribadah kepada Allah Swt.
Tahukah kalian,
kepemilikan harta yang melimpah terkadang bisa memunculkan perilaku buruk,
yaitu kecintaan berlebihan terhadap harta benda atau tamak? Dikarenakan
kecintaannya terhadap harta yang mendalam, sebagian manusia hendak menimbun
harta untuk kepentingan pribadi. Semakin bertambah jumlah harta seseorang maka
akan memunculkan sikap serakah dan hasrat yang tak terkendali terhadap harta
kekayaan. Ia akan selalu berusaha mengejar dan mencari kekayaan dengan segala
macam cara. Tak peduli halal atau haram, yang penting harta benda dapat
terkumpul dalam genggamannya. Ia pun tidak akan pernah merasa puas dan
bersyukur terhadap apa yang dimilikinya, dan senantiasa berusaha meraih segala
sesuatu yang belum menjadi miliknya. Sikap seperti inilah yang disinyalir Allah
dalam al-Quran surat at-Takatsur bahwa sejatinya manusia memiliki kecenderungan
untuk tamak dan serakah terhadap harta. Keinginan untuk mengumpulkan kekayaan
sebanyak-banyaknya tidak pernah berakhir dalam diri manusia sampai ia masuk ke
liang lahat.
a.
Pengertian tamak
Pada zaman sekarang, banyak manusia
yang lebih mengejar kehidupan mewah dan berlaku konsumtif daripada hidup
sederhana dan apa adanya. Padahal, salah satu efek negatif dari gaya hidup konsumtif
adalah menumbuhkan sifat tamak terhadap harta. Lantas, apakah yang dimaksud
dengan tamak terhadap harta?
Tamak terhadap harta adalah suatu
keinginan yang besar untuk memperoleh harta sebanyak-banyaknya. Hal ini
didorong oleh kecintaan yang berlebihan terhadap harta, atau bisa juga dipicu
lewat pergaulan dan gaya hidup hedonis dan konsumtif.
Islam tidak melarang seseorang untuk
mencintai harta. Hanya saja Islam mengingatkan agar kecintaannya terhadap harta
itu bukan dijadikan sebagai tujuan hidup. Sebab tujuan hidup manusia tidak
terletak pada kecukupan harta, tetapi kepuasan ruhani yang mengantarkan manusia
pada kenikmatan hidup yang hakiki di masa yang akan datang.
Selain itu, al-Quran juga mengungkapkan bahwa harta dan
anak-anak tidak lain hanyalah perhiasan dunia. Namun, yang lebih hakiki dan
abadi yaitu amal-amal saleh manusia sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak.
Coba renungkan firman Allah dalam surah al-Kahfi [18] ayat 46, berikut :
ٱلۡمَالُ وَٱلۡبَنُونَ زِينَةُ ٱلۡحَيَوٰةِ
ٱلدُّنۡيَاۖ وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ ٱلصَّٰلِحَٰتُ خَيۡرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَابٗا وَخَيۡرٌ
أَمَلٗا ٤٦
Artinya: “Harta dan
anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal
lagi saleh itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk
menjadi harapan.”(QS. al-Kahfi [18]: 46)
Lain halnya dengan pernyataan dalam surah at-Takatsur.
Kecenderungan manusia untuk berbanyak-banyak harta tidak akan selesai hingga
kematian menjemputnya. Sepanjang hayat masih dikandung badan keinginan manusia
untuk menambah dan mengumpulkan harta tidak akan putus. Semakin bertambah
kekayaan yang diperoleh dan dikuasainya, semakin tinggi pula semangatnya untuk
menambah kekayaan. Bahkan dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari, Rasulullah Saw. bersabda: “Seandainya manusia ada yang memiliki dua
lembah yang penuh dengan emas maka dia akan tetap mengharapkan mempunyai lembah
yang ketiga.”
b.
Akibat Buruk dari Sifat Tamak terhadap Harta
Perilaku-perilaku
negatif yang ditimbulkan dari sifat tamak antaralain:
a)
Bakhil. Sikap ini dipicu karena cinta harta
secara berlebihan sehingga enggan berbagi dengan orang lain yang membutuhkan.
b)
Egois, atau suatu sikap mementingkan diri
sendiri
c)
Individualis, sikap tidak peduli dengan
lingkungannya.
d)
Ambisius; hasrat berpacu untuk memperoleh
harta sebanyak-banyaknya.
e)
Menjadikan harta sebagai “berhala”(sesuatu
yang dipuja-puja dan diimpikan) sehingga melalaikan tujuan kehidupan hakiki
(akhirat).
Demikianlah, sifat tamak terhadap harta akan membuat
pelakunya semakin jauh dengan Allah Swt. karena ia akan mencintai harta dan
sedikit demi sedikit fmelupakan Allah Swt. sebaagai Dzat yang Maha Mencukupi
dan Maha Memberi.
Selanjutnya, kita akan membahas Surat al-Humazah dan
at-Takatsur. Di dalam kedua surat ini terkandunng peringatan Allah Swt.agar
kita tidak tamak terhadap harta benda. Di samping itu, surah ini juga
menggambarkan perihal ancaman Allah bagi orang-orang yang suka mencela,
menimbun harta, bermegah-megahan dengan hartanya, serta enggan menafkahkan
harta di jalan Allah.
2. Kandungan Surah al-Humazah dan at-Takatsur
Surah al-Humazah dan
at-Takatsur adalah dua surah yang membahas tentang sifat orang yang tamak
terhadap harta. Untuk mengetahui lebih lanjut kandungan surah ini, mari kita
pelajari dengan sungguh-sungguh!
a.
Surah al-Humazah
Pembahasan surah al-Humazah meliputi
lafal, terjemah, dan penjelasan
surah.
a)
Lafal dan terjemahan
surah al-Humazah
وَيۡلٞ لِّكُلِّ هُمَزَةٖ
لُّمَزَةٍ ١ ٱلَّذِي جَمَعَ مَالٗا وَعَدَّدَهُۥ
٢ يَحۡسَبُ أَنَّ مَالَهُۥٓ أَخۡلَدَهُۥ
٣ كَلَّاۖ لَيُنۢبَذَنَّ فِي ٱلۡحُطَمَةِ
٤ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلۡحُطَمَةُ ٥ نَارُ
ٱللَّهِ ٱلۡمُوقَدَةُ ٦ ٱلَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى ٱلۡأَفِۡٔدَةِ ٧ إِنَّهَا عَلَيۡهِم مُّؤۡصَدَةٞ ٨ فِي عَمَدٖ مُّمَدَّدَةِۢ ٩
Artinya: “Celakalah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya. Dia mengira
bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia
benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah
itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar)
sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka
itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.”
b)
Asbabun Nuzul
Dalam salah satu riwayat dikatakan,
‘Utsman dan Ibnu ‘Umar berkata: “Masih segar terngiang di telinga kami bahwa
ayat ini (surah al-Humazah 1-2) turun berkenaan dengan Ubay bin Khalaf, seorang
tokoh Quraisy yang kaya raya. Ia selalu mengejek dan menghina Rasul dengan
kekayaannya.”Demikianlah yang diriwayatkan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari
‘Utsman dan Ibnu ‘Umar.
c)
Penjelasan Ayat
Surah al-Humazah termasuk di antara
surah Makkiyah. Surah ini terdiri dari sembilan ayat. al-Humazah berarti
pengumpat, salah satu sifat tercela dan dilarang oleh agama.
Adapun pokok kandungan surah al-Humazah
adalah sebagai berikut:
Ayat 1; menjelaskan tentang orang yang
suka mencela dan mengumpat akan celaka.
Ayat 2; menjelaskan tentang perilaku orang
kafir yang gemar mengumpulkan harta dan sibuk menghitung kekayaannya. Mereka
lebih berkonsentrasi pada kehidupan dunia yang fana daripada mencari hidayah
Allah Swt. dan memikirkan kehidupan akhirat yang abadi.
Ayat 3, menjelaskan tentang perilaku orang
kafir yang menganggap bahwa harta yang dimiliki bisa membawa pada kesenangan
selama-lamanya.
Ayat 4; Allah menjelaskan bahwa semua
anggapan orang kafir itu salah, dan kekayaan yang mereka miliki tidak ada
manfaatnya. Mereka akan mendapat balasan dari perbuatannya, yaitu dilempar ke
neraka Huthamah.
Ayat 5-7; menjelaskan tentang tempat bagi
pencela dan pengumpat, yaitu neraka Huthamah, dengan api yang akan membakar hingga
masuk ke dalam hati mereka.
Ayat 8-9; menjelaskan keadaan mereka di
dalam neraka Huthamah. Mereka tidak dapat keluar karena sudah ditutup rapat dan
diikat di tiang-tiang panjang.
Setelah kalian memahami kandungan surah al-Humazah, pasti
kalian akan berpikir lebih jauh untuk sedapat mungkin menghindari
perilaku-perilaku buruk yang diungkapkan dalam surah tersebut. Maka, yakinlah
bahwa kalian sanggup, dan mohonlah perlindungan dari Allah karena Dia-lah
sebaik-baik tempat berlindung.
Ketahuilah, ancaman bagi orang-orang yang tidak mampu
menghindari sifat-sifat buruk yang terungkap dalam surah al-Humazah adalah
neraka Huthamah. Sifat api Huthamah berbeda dengan api yang berada di dunia.
Api Huthamah dapat menyusup masuk ke rongga badan, hingga membakar hati. Mereka
pun akan terkunci rapat di dalam neraka. Sehingga setiap kali mereka hendak
keluar karena merasakan kesengsaraan, niscaya mereka akan dikembalikan lagi ke
dalamnya. Begitulah seterusnya penderitaan yang mereka alami.
b.
Surah at-Takatsur
Pembahasan surah at-Takatsur
meliputi lafal surah, terjemah dan penjelasannya.
a)
Lafal dan Terjemah
Surah at-Takatsur
أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ ١ حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ ٢ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٣ ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٤ كَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُونَ عِلۡمَ ٱلۡيَقِينِ
٥ لَتَرَوُنَّ ٱلۡجَحِيمَ ٦ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا
عَيۡنَ ٱلۡيَقِينِ ٧ ثُمَّ لَتُسَۡٔلُنَّ
يَوۡمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ ٨
Artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu
mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat
neraka Jahim dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul
yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu megah-megahkan di dunia itu).”
b)
Asbabun Nuzul
Surah at-Takatsur ayat 1-2 turun
berkenaan dengan dua kabilah Anshar; Bani Haritsah dan Banil Harits yang saling
menyombongkan diri dengan kekayaan dan keturunannya. Mereka saling bertanya,
“Apakah kalian mempunyai pahlawan segagah dan secekatan si Fulan?” Mereka
saling menyombongkan diri dengan kedudukan dan kekayaan orang-orang yang masih
hidup. Mereka juga saling mengajak pergi ke kuburan untuk menyombongkan
kepahlawanan golongannya yang sudah gugur dengan menunjukkan kuburannya.
Ayat ini turun sebagai teguran
kepada orang-orang yang hidup bermegah-megah sehingga ibadahnya kepada Allah
terabaikan. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu
Buraidah)
c)
Penjelasan Ayat
Surah at-Takatsur terdiri dari
delapan ayat, dan termasuk golongan surat Makiyyah. At-Takatsur artinya
bermegah-megahan. Seakan-akan ayat ini hendak mengungkap-kan penyebab
kecelakaan itu karena saling memperbanyak kenikmatan duniawi, yang
mengakibatkan mereka enggan untuk kalah bersaing. Mereka mengunggulkan
kenikmatan harta benda dan anak-anak. Keengganan untuk kalah bersaing itu
mendorong mereka untuk mengangung-agungkan leluhur mereka demi membuktikan
keunggulan satu sama lain. Hingga hal ini melalaikan mereka dari ibadah kepada
Allah sampai ajal menjemput.
Pokok kandungan surah at-Takatsur
tentang perilaku manusia yang suka bermegah-megahan dalam soal kehidupan
duniawi sehingga menyebabkan melalaikan dari tujuan hidupnya.
Allah Swt. sangat mencela perilaku
bermegah-megahan dan saling membanggakan status sosial. Di akhirat nanti Allah
akan menyediakan tempat bagi mereka yaitu neraka Jahim, dan mereka benar-benar
kekal di dalamnya. Di akhir surah ini, Allah menegaskan bahwa pada hari kiamat
nanti manusia akan dimintai pertanggung-jawaban tentang kenikmatan yang
dibangga-bangakan ketika di dunia itu.
Setelah kalian memahami kandungan
surah at-Takatsur, pasti timbul keinginan untuk menghindari perbuatan-perbuatan
tercela tersebut dengan segala daya upaya dan ridha dari Allah Swt.
Surah al-Humazah dan at-Takatsur
mempunyai keterkaitan erat, yaitu :
1.
Surah al-Humazah dan at-Takatsur sama-sama
mengungkap tentang perilaku orang-orang yang membanggakan kemewahan dunia dan
bermegah-megahan, hingga melalaikan kehidupan akhirat.
2.
Orang yang bermegah-megahan itu menganggap
bahwa ia akan memperoleh kenikmatan yang abadi. Padahal, kehidupan dunia
bersifat sementara, sedangkan kelak mereka pasti akan dimintai
pertanggungjawaban tentang harta yang mereka bangga-banggakan di dunia.
3.
Kedua surah ini sama-sama mengiformasikan
tentang ancaman siksa neraka. Mereka yang suka mencela dan mengumpat akan
berada di neraka Huthamah, sedangkan orang-orang yang suka bermegah-megahan dan
membanggakan harta hingga melalaikan tujuan kehidupan akhirat akan berada di
neraka Jahim.
Setelah kalian mempelajari kandungan
kedua surah di atas, kalian harus bisa mengambil hikmah dari penjelasan di
atas. Berikut adalah beberapa cara untuk menghindari ancaman neraka, antara
lain:
1.
Tidak membanggakan harta yang dimilikinya.
2.
Memilih pola hidup sederhana tapi bermartabat.
3.
Tidak menjadikan harta kekayaan sebagai tujuan
hidup.
4.
Harta kekayaan tidak menjadikan lalai kepada
Allah Swt.
5.
Bersikap selektif dengan tidak menghalalkan
segala cara.
6.
Mencari harta yang halal dan thayyib.
7.
Menanamkan kesadaran bahwa harta kekayaan yang
dimiliki merupakan amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan
Allah Swt.[2]
Rangkuman
1. Tamak terhadap harta adalah suatu
keinginan yang sangat besar untuk memperoleh harta sebanyak-banyaknya. Perilaku
tersebut termasuk kategori akhlak mazmumah.
2. Kandungan QS. al-Humazah dan at-Takatsur memiliki keterkaitan
yang sangat erat, di antaranya:
a. Keduanya menerangkan tentang keadaan orang yang bangga dan
bermegahmegahan dengan kehidupan dunia.
b. Orang yang bermegah-megahan menganggap dirinya akan
memperoleh kenikmatan abadi. Padahal, sejatinya kehidupan dunia bersifat
sementara. Mereka lupa bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas harta
yang mereka miliki dan mereka bangga-banggakan di dunia.
c. Keduanya sama-sama mengabarkan perihal ancaman Allah terhadap
orang yang bangga dan bermegah-megahan dalam hal kehidupan dunia hingga
melalaikan kehidupan akhirat. Ancaman itu berupa neraka Hawiyah dan neraka
Jahim.
d. Kehidupan dunia merupakan lahan untuk menyemai bibit-bibit
kebajikan yang akan kita panen di akhirat kelak.[3]
Bab vi
Keseimbangan hidup di dunia dan
akhirat
Kompetensi Inti (KI)
![]() |
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang
dianutnya
|
KI 2
|
Menghargai, dan
menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab,
peduli (toleransi, gotong royong),
santun,
percaya
diri,
dalam
berinteraksi
secara
efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
|
KI 3
|
Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural)
berdasarkan Rasa Keingintahuanmu tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni
budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
|
KI 4
|
Mengolah, menyaji dan menalar, dalam ranah
konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranahabstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori.
|
Kompetensi
Dasar (KD) dan Indikator

3.3 Memahami isi kandungan Hadis tentang perilaku keseimbangan hidup
di dunia dan akhirat riwayat Ibnu
Asakir dari Anas
3.3.1
Menjelaskan pengertian hidup seimbang
3.3.2
Menerjemahkan Hadis tentang perilaku keseimbangan hidup di dunia dan akhirat riwayat Ibnu Asakir dari Anas
لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ
دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ
Dan Hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ
اْلمُؤْمِنِ
Dan Hadis
riwayat Al-Bukhari dari Zubair bin Awwam
لَاءَنْ يَاءْخُذَ اَحَدُ كُمْ
اَحْبَلاً فَيَأْ خُذَحُزْمَةً
3.3.3 Mengidentifikasi sikap hidup yang sesuai Hadis tentang
keseimbangan hidup di dunia dan akhirat riwayat Ibnu Asakir dari Anas
لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ
دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ
Dan Hadis riwayat
Muslim dari Abu Hurairah
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ
خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ اْلمُؤْمِنِ
Dan Hadis riwayat
Al-Bukhari dari Zubair bin Awwam
لَاءَنْ يَاءْخُذَ اَحَدُ كُمْ
اَحْبَلاً فَيَأْ خُذَحُزْمَةً
4.3 Menyajikan data
tentang sikap hidup yang seimbang antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat
sesuai Hadis tentang keseimbangan hidup di dunia dan akhirat riwayat Ibnu
Asakir dari Anas
لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ
دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ
Dan Hadis
riwayat Muslim dari Abu Hurairah
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ
خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ اْلمُؤْمِنِ
Dan Hadis
riwayat Al-Bukhari dari Zubair Awwam
لَاءَنْ يَاءْخُذَ اَحَدُ كُمْ
اَحْبَلاً فَيَأْ خُذَحُزْمَةً
4.3.1
Menunjukkan sikap yang mencerminkan isi kandungan Hadis sesuai Hadis
Tentang tentang
keseimbangan hidup di dunia dan akhirat riwayat Ibnu Asakir dari Anas لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ
دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ
Dan Hadis
riwayat Muslim dari Abu Hurairah
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ
خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ اْلمُؤْمِنِ
Dan Hadis
riwayat Al-Bukhari dari Zubair Awwam
لَاءَنْ يَاءْخُذَ اَحَدُ كُمْ
اَحْبَلاً فَيَأْ خُذَحُزْمَةً
1. Konsep Keseimbangan
Hidup Dunia dan Akhirat
a. Lafal Hadis
لَيْسَ بِخَيْرِ كُمْ مَنْ تَرَكَ دُنْيَاهُ لِاخِرَتِهِ وَلاَ اخِرَتَهُ لِدُنْيَاهُ حَتّى يُصِيْبُ مِنْهُمَاجَمِيْعًا
فَاِنَّ الدَّنْيَا بَلَاغٌ اِلَى اْلاخِرَةِ وَلَاتَكُوْنُوْا
كَلًّ عَلَى النَّاسِ ( رواه ابن عسا كرعن انس )
اَلْمُؤْ مِنُ اْلقَوِيُّ خَيْرٌوَاَحَبُّ اِلَى اللهِ مِنَ
اْلمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ
اِحْرِصْ عَلَى مَايَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِا للهِ
وَلَاتَعْجِرْ ( رواه عن ابى هريرة )
لَاءَنْ يَاءْخُذَ اَحَدُ كُمْ اَحْبَلاً فَيَأْ خُذَحُزْمَةً
مِنْ حَطَبٍ فَيَبِيْعَ فَيَكُفَّ اللهُ بِهِ وَجْهَهُ
خَيْرٌ مِنْ اَنْ يَسْأَلَ النَّاسَ اُعْطِيَ اَمْ مُنِعَ
(رواه البخارى عن الزبير بن العوام)
b. Terjemah Hadis
Hadis Pertama
Bukanlah
orang yang baik diantara kamu yang meninggalkan kepentingan dunia untuk
mengejar akhirat atau meninggalkan akhirat untuk mengejar dunia sehingga dapat
memadukan keduanya. Sesungguhnya kehidupan dunia mengantarkan kamu menuju
kehidupan akhirat. Janganlah kamu menjadi beban orang lain. (HR. Ibnu Asakir
dari anas)
Hadis
kedua
Mukmin
yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang
lemah,
sedangkan pada masing-masing ada kebaikannya. Bersemangatlah kamu untuk
mencapai sesuatu yang bermanfaat bagimu. Mohonlah pertolongan kepada Allah dan
janganlah kamu merasa tak berdaya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Hadis
ketiga
Sungguh
jika salah seorang diantara kamu membawa seutas tali untuk mencari seikat kayu
bakar, lalu kayu itu dijual sehingga Allah mencukupkan kebutuhan hidupnya
dengan hasil jualannya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang
lain, baik diberi atau ditolak (HR. al-Bukhari)
Hadis
Riwayat Ibnu ’Asakir dari Anas di atas mengandung beberapa pelajaran yang perlu
kita cermati. Adapun beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari sabda
Rasulullah Saw. tersebut di atas ialah :
a) Tidak dibenarkan orang Islam lebih mengutamakan kehidupan
akhiratnya hingga melalaikan kehidupan dunianya. Begitu pula sebaliknya
mengejar kehidupan dunia hingga melupakan akhiratnya juga bukanlah hal yang
baik.
b) Yang terbaik dalam Islam adalah adanya perhatian yang
seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat
c) Kehidupan dunia perlu diperhatikan bukanlah sebagai tujuan
hidup, akan tetapi sebagai sarana untuk mencapai kehidupan akhirat
d) Dengan adanya perhatian yang seimbang antara kehidupan dunia
dan akhirat, Allah Swt. berjanji akan memberikan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
e) Agama Islam melarang pemeluknya menjadi beban yang
memberatkan bagi orang lain. Maka wajib bagi umat Islam berusaha dengan keras
untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Sehingga tidak akan menjadi beban
orang lain.
c. Kandungan Hadis
Beberapa
pelajaran yang terkandung dalam Hadis riwayat Muslim dari Abu Hurairah ialah :
a) Orang mukmin yang kuat lebih baik
dan lebih dicintai oleh Allah., dari pada orang mukmin yang lemah.
b) Hadis ini merupakan motivasi bagi
Umat Islam untuk menjadi umat yang kuat. Kuat yang dimaksud adalah kuat dalam
berbagai hal diantaranya ialah:
1) Kuat iman, yaitu imannya teguh dan
tidak terpengaruh oleh situasi dan kondisi apapun.
2) Kuat ilmu, yaitu memiliki ilmu dan
wawasan yang luas. Sehingga dengan ilmunya itu akan dapat memperjuangkan Islam
dengan benar.
3) Kuat ekonomi, yaitu hidup kecukupan
sehingga akan dapat memperjuangkan Islam dengan mudah. Karena ditopang dengan
harta yang cukup.
4) Kuat semangat, yaitu memiliki
semangat yang kuat dalam segala aspek kehidupan. Dengan semangat ini berarti
telah memiliki modal yang besar untuk mencapai kejayaan Islam.
5) Kuat fisik, yaitu badan sehat dan
tidak sakit-sakitan. Dengan badan yang sehat ini akan dapat menopang terhadap
perjuangan Islam.
Memperhatikan
uraian di atas, maka tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa seorang mukmin
yang kuat merupakan aset yang besar dan syarat bagi tercapainya kejayaan Islam
Oleh
karena itu setiap mukmin harus memiliki semangat yang kuat untuk berusaha
mencapai cita-citanya yang mulia. Agar cita-cita yang mulia dapat tercapai,
maka selain harus berusaha dengan semangat yang tinggi, setiap mukmin wajib
berdo’a dan minta pertolongan kepada Allah Swt.
Hadis
riwayat al-Bukhari dari Zubair bin Awwam mengandung beberapa pelajarann yang
bisa kita ambil berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Beberapa
pelajaran itu antara lain :
a)
Motivasi untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
b) Untuk tidak merasa rendah diri dalam melakukan pekerjaan yang
halal meskipun harus mencari kayu bakar.
c) Bekerja dengan semampunya untuk memenuhi kebutuhan diri dan
keluarganya jauh lebih mulia ketimbang meminta-minta kepada orang lain.
d) Meminta-minta kepada orang lain adalah perbuatan yang tidak
terhormat dan seharusnya dijauhi oleh setiap muslim.
e) Wajib bagi setiap muslim memiliki penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sehingga tidak menjadi beban orang lain.
2. Menjelaskan Keterkaitan Kandungan Hadis dalam Perilaku
Keseimbangan Hidup di Dunia dan Akhirat dalam Fenomena Kehidupan dan Akibatnya
Memperhatikan
kandungan ketiga Hadis di atas, maka dapatlah kita ketahui bahwa terdapat
keterkaitan yang erat antara Hadisyang satu dengan Hadis yang lain hubungannya
dengan fenomena kehidupan setiap manusia. Keterkaitan ketiga Hadis tersebut
dalam fenomena kehidupan manusia sehari-hari dan akibat (dampak positif) bagi
kehidupan manusia adalah sebagai berikut :
a.
Keterkaitan Kandungan Hadis
Hadis
pertama mengajarkan tentang keseimbangan dalam perhatiannya terhadap kehidupan
dunia dan akhirat. Jadi tidak benar meninggalkan dunianya demi kepentingan
akhiratnya, begitu pula sebaliknya. Islam melarang kepada pemeluknya menjadi
beban orang lain. Ini berarti mendorong untuk hidup mandiri.
Hadis
kedua mengandung motivasi agar hidup penuh semangat dan untuk selalu minta
pertolongan kepada Allah sehingga akan menjadi orang mukmin yang kuat. Karena
orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah Swt..
Hadis
ketiga merupakan dorongan yang sangat kuat untuk bekerja keras dalam rangka
memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, apapun pekerjaannya yang penting
halal.
Hal
ini akan dapat menghindari perilaku meminta-minta kepada orang lain.
Kesimpulan
yang dapat kita ambil setelah memperhatikan kandungan ketiga Hadis tersebut
ialah bahwa setiap muslim haruslah memiliki perilaku dalam kehidupan
sehariharinya sebagai berikut :
a) berusaha menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat.
b) berusaha untuk menjadi orang mukmin yang kuat dalam segala
bidang.
c) mempunyai semangat yang tinggi dalam meraih sesuatu yang
bermanfaat dan mulia.
d) selalu memohon pertolongan kepada Allah Swt. dalam segala
hal.
e) mau bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan
keluarganya.
f) Tidak mau meminta-minta dan menjadi beban orang lain.
b. Akibat (Dampak Positif)
Dampak
positif yang akan dapat diperoleh umatIslam ketika menerapkan ajaran-ajaran
yang terkandung pada ketiga Hadis di atas ialah :
a) Akan tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
b) Dapat memenuhi kebutuhan hidup sendiri sehingga tidak
meminta-minta dan
menjadi beban orang
lain.
c) Memiliki pribadi yang mandiri.
d) Menjadi mukmin yang kuat dalam segala bidang.
e) Terasa selalu dekat kepada Allah Swt. sehingga hidupnya
tenang.
f) Dapat memperjuangkan Islam dengan kekuatan yang maksimal.
g) Menjadi orang yang terhormat sehingga tidak menjadi bahan
cemoohan orang, disegani oleh musuh-musuh Islam sehingga tidak senantiasa
diganggu mereka.[4]
3. Menyajikan Data Tentang Sikap Hidup yang Seimbang antara
Dunia dan Akhirat Sesuai Kandungan Hadis
Berikut ini adalah indikasi dimilikinya perilaku yang
mencerminkan keseimbangan hidup dunia dan akhirat
a.
Berusaha
secara wajar dalam mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan tidak terlampau
bernafsu untuk mencapainya.
b.
Tidak
tampak terlampau gembira sampai melebihi batas kewajiban bila dapat memperoleh
keuntungan dunia.
c.
Tidak
terlampau bersedih bila belum dapat mencapai kesejahteraan hidup di dunia
dengan tetap bersabar dan berusaha.
d.
Pandai-pandai
mensyukuri nikmat Allah yang diterima dengan cara memanfaatkannya sesuai
petunjuk agama.
e.
Gemar
mengeluarkan sebagian harta, tenaga maupun pikiran untuk kepentingan agama dan
kemanusiaan.
f.
Rajin
dan tekun beribadah di samping berusaha mencara penghidupan.[5]
Rangkuman
1. Tujuan hidup manusia
adalah untuk mencapai kebahagian hidup dunia dan akhirat
2. Dunia merupakan sarana
menuju kehidupan di akhirat.
3. Orang Islam harus mempunyai semangat yang kuat untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat dan dilarang menjadi beban orang lain
4. Bekerja keras dengan menjual kayu bakar itu lebih baik dan
lebih terhormat dari pada meminta-minta belas kasihan orang lain.[6]
DAFTAR
PUSTAKA
Agama Indonesia,
Kementerian.2015. Buku Siswa Al-Qur’an Hadits . Jakarta:
Kementerian Agama.
Agama Indonesia,
Kementerian.2015. Buku Guru Al-Qur’an Hadits . Jakarta:
Kementerian Agama.
T. Ibrahim dan
H. Darsono. 2015.Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis 2 untuk Kelas VIII
Madrasah Tsanawiyah. Solo: AQILA..
[1]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 44-52.
[2] Kementerian Agama Indonesia, Buku Guru Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 103-109.
[3]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 63.
[4]
Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an
Hadits , (Jakarta: Kementerian Agama, 2015), hlm. 70-73.
[5]
T. Ibrahim dan H. Darsono, Pemahaman Al-Qur’an dan Hadis 2 untuk
Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah, (Solo: AQILA, 2015), hlm. 116.
[6] Kementerian Agama Indonesia, Buku Siswa Al-Qur’an Hadits , (Jakarta:
Kementerian Agama, 2015), hlm. 76.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar